Dimana-mana yang namanya anak perempuan dari sononya pasti pengennya cantik. Walaupun dia masih anak bawang. Ga semua terlahir cantik molek. Parahnya devinisi cantik di Indonesia entah kapan mulainya sudah di doktrin, haruslah putih mulus, langsing, wajah bak pualam, lalat nempel aja kepleset.
Ga heran yang namanya krim pemutih laris manis, semua kalangan status sosial memasukkan krim pemutih dalam daftar belanja yang hampir wajib. Yang pastinya pilihan merk produk sesuai kemampuan kantong masing-masing.
Saat saya mulai jadi siswa putih biru, saya sudah sadar penampilan dan ingin terlihat cantik. Sempat juga protes saat itu ke ibu saya, “kenapa saya hitam sih?!” sementara bapak saya dan saudara-saudaranya berkulit putih. Adik ibu saya satu-satunya berkulit putih juga, ibu saya saja yang berkulit gelap.
Tante yang perawat lalu menyarankan saya untuk mengkonsumsi temu giring setiap hari. Trus demi nama ingin putih, saya tahan-tahanin tuh minum temu giring setiap hari, walaupun puahitnya ngga ketulungan.
Allah menyelamatkan saya dari si temu giring yang pahit. Bersyukur ya saya gila baca, jadi pas nemu artikel kalau pigmen warna kulit kita bisa dirubah dengan rutin mengkonsumsi vitamin C. Trus lihat juga tante Oki Asokawati yang setiap pagi mengawali hari-hari nya dengan mengkonsumsi sejumlah suplemen.
Wah… Bapak saya itu rajin banget beliin kami anak-anaknya suplemen dari kami kecil. Hanya saya paling males tuh minumnya kalau ngga dijejelin. Trus gegara tante Oki dan artikel vitamin C itu saya jadi kerajingan minum suplemen saat saya di kelas satu smp hingga detik ini tidak pernah absen seharipun.
Dulu sih waktu masih gadis rajin juga luluran, sampai nih kulit jadi sensitif ga bisa kena panas dan di suhu ruangan, jadi pruntusan merah-merah perih gitu. Sembuhnya ya, berhenti luluran sampai sekarang.
Devinisi cantik itu melulu fisik, akhirnya berubah total saat saya menemukan artikel di majalah Femina saat saya masih di kelas satu smp juga. “Perempuan itu ngga harus cantik, tapi harus menarik. Untuk bisa jadi menarik, ya harus berwawasan luas, enak diajak bicara dan diskusi apa saja. Berkepribadian, perhatian, sikap dan tutur kata yang harus dijaga. Dan tambahan bagi saya pribadi,” harus punya rasa kasih dan hati yang seluas samudra”
Semenjak itulah saya yang hari-hari hanya melahap novel Mira W, Marga T, Lima sekawan dan hampir semua karya Enyd Bliton, Tin Tin dan masih banyak lagi buku-buku yang hanya sekedar hiburan, berubah bacaan berat dan lebih bermutu menurut kacamata saya pada saat itu. Saya jadi rebutan Intisari dan Sinar Harapan dengan bapak.
Walaupun pada awalnya bikin kepala saya pusing dan mual-mual. Tapi akhirnya bikin saya kecanduan. Saya mulai membaca novel kembali baru lima tahun belakangan ini, itupun karena saya berniat ingin menulis novel. Tidak ada yang lebih efektif untuk belajar menulis, selain banyak-banyak membaca terutama membaca karya yang sama. Mau nulis novel ya banyak-banyak baca novel lah.
Nah… Masih ingin Cantik?! Kalau saya lebih pilih jadi “Wanita Elegan yang Menarik” karena kecantikan akan memudar seiring waktu bertambahnya usia. Semua perempuan pasti cantiklah diusia mudanya, wong kulit masih seger kinyis-kinyis, tubuh masih langsing. Tapi sedikit sekali yang masih tampak menarik di usia matangnya, terutama diatas usia empat puluh tahun. Sekarang ngga perlu lagi takut saat memasuki usia empat puluh tahun, lima puluh tahun, bahkan enam puluh tahun. Karena dikehidupan nyata, saya memiliki teman yang usianya enam puluh tahun, dan masih menarik, sehat dan energik.